Menurut mantan pejabat AS yang tak ingin disebut namanya, The Wall Street Journal melaporkan pada hari Sabtu (23/3) bahwa CIA telah mengirimkan petugas untuk Turki, dalam membantu penyelidikan militan pemberontak yang menerima pasokan senjata dari negara-negara Arab Teluk Persia.
CIA juga bersekongkol dengan intelijen Inggris, Perancis dan Yordania untuk melatih pemberontak bagaimana menggunakan berbagai jenis senjata, kata laporan itu.
Laporan tersebut juga mencatat bahwa dukungan baru CIA untuk teroris pemberontak di Suriah tidak akan berdampak pada setiap rencana potensial AS untuk meluncurkan serangan militer terhadap bangsa Arab.
Berita ini muncul ketika jajak pendapat binational baru YouGov-Cambridge menunjukkan bahwa publik Amerika dan Inggris menentang intervensi militer asing di Suriah yang bertujuan menggulingkan pemerintahan Presiden Bashar al-Assad.
Sementara itu, negara-negara Uni Eropa juga sangat terpecah pada masalah penyediaan dukungan militer terhadap pemberontak di Suriah dengan dua pertemuan terakhir blok itu berakhir tanpa hasil konkret mengenai isu tersebut.
Para militan pemberontak di Suriah terpaksa menggunakan Senjata Pemusnah Massal (WMD) dalam perjuangan mereka melawan pemerintah Assad.
Setidaknya 25 orang tewas dan banyak lainnya terluka setelah militan menembakkan roket yang mengandung gas beracun ke Khan al-Assal desa dekat kota Aleppo utara Suriah pada tanggal 19 Maret lalu.
Serangan mematikan terjadi beberapa jam setelah koalisi oposisi Suriah memilih Ghassan Hitto, seorang warga negara naturalisasi Amerika, sebagai perdana menteri dari pemerintahan oposisi yang disebut interim. (*/pok)
Posting Komentar